Halaman

Minggu, 21 September 2014

Kencan Pertama yang Memalukan

Tidak selamanya kencan itu menyenangkan, apalagi yang pertama. Bahkan terkadang menyebalkan. Tentu saja tiap orang mengalaminya, kecuali ia benar-benar cupu atau memang pemalu akut, unyu atau apalah.

Beberapa waktu lalu, Moka Media menyelenggarakan 'sayembara menulis humor' dengan tema kencan pertama. Ada begitu banyak naskah masuk dan juri sempat kebingungan menentukan juaranya. Lalu, terpilih beberapa naskah terbaik dan dijadikan sebuah buku dan disunting oleh kawan saya Dea Anugrah, serta diberi tajuk 'Kencan Pertama yang Memalukan'.

Laiknya sebuah kumpulan cerita, di dalamnya kita akan menemukan ragam peristiwa. Tentang seorang perempuan yang selalu gagal tiap kencan meskipun sudah ikut biro jodoh, kencan dengan banci dan masih banyak lainnya. Semuanya ditulis dengan gaya humor yang asik dan tidak narsis.

Wah, kayaknya terlalu panjang saya cerita. Saya sih menyarankan siapapun untuk membacanya. Itu saja.


Sinopsis 


"Aku, laki - laki itu, dan manajernya menonton film drama. Aku suka nonton film, tapi bukan begini caranya. Orang - orang yang melihat tentu akan mengiraku sebagai ibu manajernya yang kurang terurus dan mengira laki - laki itu sebagai calon ayah baruku. Piknik keluarga. Jack dan Rose melambaikan tangan. Titanic tenggelam untuk kedua kalinya."

(Yessica P.F Apakah Hanya Kita Berdua?)

"Kadang dalam kencan, sebagai perempuan, saya terpaksa memaklumi kebiasaan para pria untuk memeri penjelasan akan fakta umum yang sudah banyak diketahui, tapi toh mereka dengan sok tahu tetap ngotot menjelaskan seolah kami tak tahu apa - apa."

(Isyana Artharini - Antara Film dan Kenyataan)

"Salah satu dari laki - laki gemulai itu memakai kardigan biru dan jins pensil ketat. Dia tersenyum manis kearah gue, perasaan gue mendadak masam. Pakaiannya sama persis dengan yang dijanjikan Sussy tadi malam."

(Adham Yudhistira - Sussy Celalutercakiti)

"Saya memulai : 'Sekolah dimana di Jakarta?' Padahal waktu itu Jakarta hanya pernah saya lihat di Tv balai desa, hitam-putih pula. Untuk menonton, kami mesti bawa obat nyamuk sendiri dan menyumbang 100 rupiah."

(Erni Aladjai - Kencan Tengah Hari Tua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar