Halaman

Minggu, 17 November 2013

Taman Kesedihan

Langit petang menaungi taman itu,  bekas alun-alun tua yang bersejarah namun tak terawat, sampah-sampah mengendap di sekitar tanah yang masih basah karena hujan yang senantiasa datang, sangat jarang pula kendaraan lewat di sekitar situ, hanya ada beberapa orang saja lewat, bahkan nyaris tak ada lagi pertokoan, rumah-rumah makan yang ramai kala makan siang atau pengamen yang mengais receh di jalanan.

Di taman itu pula aku duduk, mengarahkan mataku ke sekitar yang tampak seperti seorang tua yang diusir dari rumah dan pergi ke panti jompo, entah kenapa aku merasa begitu dekat dengan semua yang ada di sini.

Aku berjalan ke taman ini selepas membaca sebuah artikel di internet tentang sebuah kota yang penuh dengan kesedihan, tempat orang-orang datang untuk kembali menyapa luka. Kota yang akhirnya, oleh pemerintah daerah setempat ditujukan untuk mereka yang ditinggalkan keluarganya karena kematian.

Sebuah kota haruslah membuat orang berbahagia, dengan hidup modern yang serba ada dan lampu neon yang senantiasa terang sepanjang malam, atau riang jalanan dengan musik dan  tatapan manja mereka yang berpasangan. Tapi di kota ini, sore tak ubahnya tengah malam, sepi.

Di taman ini pula, pada Desember ketujuh puluh tiga, kita akan berjumpa.   

#JejakDesember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar